Kamis, 02 Desember 2010

Setelah Empat Tahun Pemberlakuan KTSP

Akhmad Sudrajat


Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di sekolah sudah berlangsung sejak kurang lebih empat tahun lalu, berawal dari mulai diluncurkannya Permendiknas No. 22, 23 dan 24 tahun 2006. Lazimnya sebuah inovasi atau suatu perubahan, ketika pertama kali dimunculkan pasti akan timbul berbagai masalah dan pertanyaan di lapangan, khususnya di kalangan guru selaku pelaksana utama kurikulum di sekolah.

Seiring dengan perjalanan waktu dan di tengah-tengah ketidakpastian dan kebingungan dalam mengkonsepsikan dan mengimplementasikan KTSP, saya percaya bahwa hingga saat ini di lapangan para guru terus berupaya untuk dapat memenuhi berbagai tuntutan dan tantangan perubahan ini, tentunya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing dan kondisi nyata di lapangan.

Bersamaan itu pula, pemerintah melalui Kemendiknas dan Dinas Pendidikan setempat terus berusaha mensosialisasikan dan memfasilitasi agar guru dan sekolah dapat memahami tentang bagaimana seharusnya mengimplementasikan dan mengembangkan KTSP di kelas atau sekolah.

Kendati demikian, dalam benak saya timbul pertanyaan sudah sejauhmanakah keterlaksanaan dan efektivitas KTSP ini setelah memasuki tahun keempat (tahun pelajaran 2009-2010) yang dianggap sebagai batas akhir bagi sekolah untuk memberlakukan KTSP di sekolah.

Meski tidak didukung sepenuhnya oleh data dan informasi yang sahih, saya meyakini bahwa secara struktural sebagian besar guru dan sekolah sudah memiliki kemampuan untuk memberlakukan KTSP. Dalam arti, dilihat dari muatan dan struktur mata pelajaran yang diajarkan di sekolah tampaknya sebagian besar sudah mengalami perubahan, disesuaikan dengan apa yang diisyaratkan dalam KTSP.

Tetapi jika dilihat secara kultural, tampaknya tingkat perubahannya masih perlu dipertanyakan dan diteliti lebih lanjut. Yang dimaksud perubahan kultural di sini adalah perubahan yang terjadi, terkait dengan pemenuhan prinsip-prinsip pengembangan KTSP yang justru merupakan ruh atau jiwa dari KTSP itu sendiri.

Berikut ini saya sajikan kembali prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam pengembangan KTSP:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip-prinsip pengenbangan KTSP di atas mengandung implikasi dan konsekuensi perubahan yang tidak sederhana di dalam praktik pembelajaran, mulai dari apa yang harus diajarkan, bagaimana cara guru mengajar, bagaimana menilai pembelajaran, bagaimana siswa belajar, dan aneka perubahan lainnya.

Di antara sejumlah prinsip pengembangan KTSP tersebut, terdapat prinsip-prinsp yang mungkin dianggap relatif baru dalam tradisi pendidikan kita selama ini. Contoh, penerapan prinsip yang pertama: berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.

Hampir lebih dari setengah abad lamanya, tradisi pendidikan/pembelajaran kita cenderung beciorak behavioristik, yang lebih berpusat kepada guru, dan di dalamnya cenderung mengabaikan prinsip pengembangan kurikulum yang pertama ini.
Untuk dapat memenuhi prinsip pengembangan KTSP ini, mau tidak mau, suka tidak suka, para guru harus melakukan banting stir, merubah gaya dan cara mengajar mereka ke arah yang lebih berpusat pada siswa. Demikian pula dengan cara belajar siswa, mereka semula dipandang sebagai passivist dalam belajar, kini mereka harus diposisikan sebagai activist utama dalam belajarnya.

Sudah pasti, tuntutan dan tantangan perubahan dalam pengembangan KTSP akan menjadi beban dan tanggung jawab yang tidak mudah bagi guru sebagai pelaksana utama KTSP. Dalam hal ini, maka profesionalisme guru tampaknya menjadi amat penting. Untuk itulah, bersamaan dengan perubahan kurikulum atau sebut saja perubahan paradigma pendidikan, maka kualifikasi gurupun ditingkatkan menjadi minimal D4/S1, dengan harapan dapat berjalan linier dengan tingkat kompetensinya. Begitu juga, kegiatan pengembangan profesi guru, -misalnya melalui kegiatan pelatihan,- terus diupayakan sehingga pada gilirannya mereka memiliki kemampuan untuk mengimbangi berbagai tuntutan perubahan pendidikan yang sedang berlangsung.

Profesionalisme guru tampaknya juga tidaklah cukup jika tidak diiringi dukungan manajemen, baik pada tingkat sekolah (mikro), kabupaten dan provinsi (messo) maupun nasional (makro). Selain berkenaan dengan penyediaan sarana dan prasana yang dibutuhkan dalam pengembangan KTSP atau kegiatan pengembangan profesi berkelanjutan. Hal yang tak boleh dilupakan dari dukungan manajemen adalah memelihara aspek motivasional guru terutama melalui peningkatan pemberian kompensasi dan kesejahteraan kerja secara terus menerus (di antaranya pemberian tunjangan profesi yang telah dan sedang digulirkan).

Melalui guru yang profesional dan dukungan kuat dari manajemen, maka niscaya ke depannya KTSP benar-benar dapat hadir sebagai salah satu solusi meningkatkan pendidikan di Indonesia. Bukan sebaliknya, yang hanya akan semakin menambah kusutnya benang pendidikan.


Sumber:
Akhmad Sudrajat: Setelah Empat Tahun Pemberlakuan KTSP

Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Artikel via Email

Silahkan masukkan email Anda:

Delivered by FeedBurner