Oleh: Dzakiron
Bank Indonesia berencana menyederhanakan nominal mata uang atau redenominasi rupiah dengan memangkas jumlah digit angka untuk efisiensi. Misalnya, Rp 1.000 menjadi Rp 1 dengan nilai atau daya beli yang sama. Dengan kata lain, Rp 1 nilainya sama dengan Rp 1.000 sebelum redenominasi.
REDENOMINASI RUPIAH. Itulah istilah resminya. Penasaran, saya mencoba menelusurinya bareng Mbah Google. Berikut saya sajikan beberapa data yang saya peroleh dari Si Embah yang (setahu saya) belum pernah berbohong, untuk sekedar memperoleh gambaran tentang hal tersebut.
------------------------------------------------------------
DPR Menanti Usulan Resmi Redenominasi Rupiah
Kamis, 05 Agustus 2010 | 07:58 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta -Wakil Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Achsanul Qosasi berharap Bank Indonesia segera menyampaikan secara resmi usulan redenominasi Rupiah.
Alasannya, agar redenominasi bisa dimasukkan ke Rancangan Undang-Undang Mata Uang yang tengah dimatangkan parlemen. “Bisa jadi satu pasal tersendiri,” kata anggota Fraksi Demokrat itu saat dihubungi, Rabu (3/4). Rancangan beleid itu, kata Qosasi, ditargetkan kelar tahun ini.
Bank Indonesia berencana menyederhanakan nominal mata uang atau redenominasi rupiah dengan memangkas jumlah digit angka untuk efisiensi. Misalnya, Rp 1.000 menjadi Rp 1 dengan nilai atau daya beli yang sama. Dengan kata lain, Rp 1 nilainya sama dengan Rp 1.000 sebelum redenominasi.
Menurut Qosasi, redenominasi merupakan usulan bagus Bank Indonesia. “Dilihat dari tujuannya ini positif,” kata dia. “Redenominasi perlu untuk persiapan diterapkannya mata uang bersama Asean.”
Qosasi melanjutkan, saat disampaikan ke DPR kelak, usulan redenominasi itu mesti dibarengi hasil kajian mendalam, misalnya biaya cetak uang baru dan penarikan uang lama. Qosasi yakin parlemen bakal setuju redemoninasi. “Syaratnya satu: yakinkan DPR bahwa rakyat juga siap dengan redenominasi,” katanya.
Untuk itu, dia menambahkan, Bank Indonesia mesti segera mensosialisasikan wacana itu ke masyarakat. “Jangan sampai rakyat bingung,” katanya.
Sementara Partai Keadilan Sejahtera mendukung langkah Bank Indonesia yang akan memangkas nominal mata uang (redenominasi). “Kalau konsepnya jelas, prinsipnya kami mendukung,” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS, Agus Purnomo.
Agus menjelaskan, kebijakan redenominasi mestinya dijelaskan secara detil oleh Bank Indonesia kepada masyarakat. “Duduk masalahnya harus clear dulu, biar tidak menimbulkan kekagetan,” ujarnya.
Bank Indonesia berencana memangkas nominal uang sebesar tiga digit. Kebijakan tersebut ditempuh lantaran Indonesia memiliki pecahan mata uang terbesar kedua di dunia.
Agus mendukung jika usulan kebijakan redenominasi dimasukkan dalam RUU Mata Uang dan bukan semata kebijakan sesaat. “Kalau dimasukkan dalam pasal, kebijakan itu bisa berlaku kapan saja,” ujarnya.
Guna merespon masalah tersebut, kata Agus, Fraksi PKS berencana membentuk tim yang bertugas mengkaji efektifitas kebijakan. “Anggota kami yang masuk dalam tim Panja RUU Mata Uang akan melakukan exercise,” ujarnya.
Namun Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofjan Wanandi, menyatakan bahwa pada dasarnya para pengusaha Indonesia menyambut baik usulan penyederhanaan nilai nominal mata uang rupiah (redenominasi) yang digulirkan oleh Bank Indonesia.
Pasalnya, untuk saat ini masih belum merupakan waktu yang tepat untuk melaksanakan ide dari Bank Indonesia tersebut. "Masih banyak tugas besar yang harus dibenahi oleh Bank Indonesia, seperti menjaga inflasi dan penurunan bunga bank," Kata Sofjan, ketika dihubungi oleh Tempo, Rabu (4/8).
Redenominasi, oleh Sofjan, diakui sebagai salah satu hal positif untuk memperbaiki keadaan ekonomi dan keuangan bangsa ini. Namun, tambah Sofjan, diperlukan kehati-hatian terutama dalam sosialisasi kebijakannya. "Jangan sampai bikin masyarakat kaget dan trauma akibat asumsi yang bukan-bukan soal redenominasi," papar Sofjan.
Secara jujur, Sofjan menyayangkan langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia saat ini dalam menggulirkan wacana redenominasi. "Harusnya dibahas dulu dengan para pengusaha, pengamat, akademisi, baru digulirkan ke masyarakat," katanya.
Pengguliran wacana langsung ke masyarakat, tanpa membahas dengan para pengusaha dan pengamat terlebih dahulu tersebut, menurut Sofjan, mengakibatkan timbul banyak isu-isu negatif dan politik yang semakin kencang dihembuskan kepada wacana tersebut. "Sehingga ide yang sebenarnya positif, diubah menjadi negatif oleh sebagian orang," ujar Sofjan.
Sofjan juga menerangkan setidaknya dibutuhkan waktu lima tahun untuk proses pengambilan kebijakan redenominasi. "Proses sosialisasinya terutama harus matang,sehingga masyarakat benar-benar siap untuk menerima redenominasi," tegas Sofjan menutup pembicaraan.
Sumber: Tempointeraktif
------------------------------------------------------------
Sabtu, 07/08/2010 17:30 WIB
Redenominasi Rupiah Angkat Harkat RI
Ramdhania El Hida - detikFinance
Jakarta - Kebijakan redenominasi mata uang rupiah yang akan dilakukan Bank Indonesia (BI) diyakini akan mengangkat harkat negara di mata internasional. Karena nominal rupiah tidak akan jauh dibanding mata uang negara lain, seperti dolar AS.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan ketika dihubungi detikFinance, Sabtu (7/8/2010).
"Redenominasi akan sangat mengangkat harkat kita. Dengan Rp 1.000 jadi Rp 1, nilai mata uang kita terkesan lebih keren. Ya itu kalau mau ngomong keren-kerenan. Kan nanti disebutnya US$ 1 sama dengan Rp 9, bukan Rp 9.000 lagi," ujar Rusman.
Namun, selain itu, Rusman juga melihat redenominasi ini mampu memudahkan penghitungan keuangan di Indonesia. "Ya itu juga memudahkan pembayaran," jelasnya.
Hal ini juga sempat dikatakan Inspektur Jenderal Hekinus Manao yang menyebutkan terdapat 2 keuntungan redenominasi rupiah. Pertama, mempermudah perhitungan APBN.
"Pertama, APBN jauh menjadi lebih sederhana karena dengan APBN yang sudah Rp 1.000 triliun sudah tak bisa lagi menggunakan kalkulator paling canggih sekalipun di toko," ujar Hekinus.
Hekinus menyatakan dengan begitu, perhitungan APBN di DPR bisa dihitung bersama-sama dengan kalkulator biasa, tanpa perlu menggunakan program Microsoft Excell karena tidak semua bisa mengoperasikan program tersebut.
"Jadi bisa lebih simpel dong. Bisa pakai kalkulator pasar atau handphone. Jadi redenominasi itu tidak mengkhawatirkan bagi APBN. Meskipun ada tambahan sen, itu tidak masalah karena sen itu hanya keputusan, mau dimasukkan atau tidak karena hanya satu rupiah saja. Bahkan Amerika punya dime selain sen, mereka oke oke saja. Secara akuntansi pun tidak masalah, APBN bisa diubah kapan pun tanpa ada masalah. Memang seharusnya seperti itu," ujarnya.
Keuntungan kedua, lanjut Hekinus, redenominasi ini akan membuat mata uang rupiah tidak terlalu jauh disetarakan dengan mata uang lain di ASEAN, misalnya Singapura yang jumlah nolnya sedikit.
"Padahal pada tahun 1967 pernah juga dilakukan (redenominasi) di Indonesia dan nggak ada masalah. Kalau schenering itu sekitar tahun 1959/1960, itu baru susah," kenangnya.
(nia/dnl)
Sumber: detik Finance
------------------------------------------------------------
Minggu, 08 Agustus 2010
Rp 1.000 MENJADI Rp 1
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar