Jumat, 08 Juli 2011

Politisasi dan Kompleksitas Persoalan Guru

Rencana pemerintah menarik kembali urusan guru menjadi kewenangan pusat, memang positif untuk memecahkan sejumlah persoalan guru. Sentralisasi akan menempatkan posisi guru terlindungi dari pengaruh politik daerah yang cenderung makin memperparah sejumlah persoalan mereka. Politisasi sebenarnya hanya bagian dari kompleksitas persoalan yang melilit guru, sementara persoalan terbesar pendidikan nasional adalah rendahnya mutu pendidik dari aspek kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Kualitas guru yang seadanya tentu memengaruhi kualitas lulusan, mengingat guru merupakan komponen penting dalam proses pendidikan, selain tujuan, kurikulum, metode, sarana-prasarana, lingkungan, dan evaluasi. Kita menghargai dukungan anggaran dari pemerintah dan upaya meningkatkan kualitas pendidik, namun upaya ini selalu terbentur pada faktor rendahnya fundamental pembentukan karakter guru yang bertanggung jawab, mengabdi dengan cinta kasih dan benar-benar memedulikan anak didiknya.

Sebagai kunci dalam proses pendidikan, peningkatan kompetensi menjadi harga mati. Kualitasnya juga mesti berbanding lurus dengan besarnya anggaran yang dikeluarkan negara untuk mereka. Pada 2010, dialokasikan hampir Rp 60 triliun anggaran pendidikan untuk gaji guru pegawai negeri sipil, tunjangan khusus untuk guru di daerah terpencil, dan TPP. Untuk TPP saja dianggarkan Rp 16 triliun. Bahkan pada 2012, gaji dan tunjangan guru akan sama dengan keseluruhan anggaran pendidikan 2006, sekitar Rp 80 triliun.

Sosok Umar Bakrie — guru dalam imajinasi penyanyi Iwan Fals — memang idaman, namun di era globalisasi dan arus industrialisasi dalam bidang pendidikan, rasanya sulit mendapatkan guru-guru alami seperti itu. Ke depan, proses pembentukannya harus lebih rasional dengan pendekatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional, mulai dari rekrutmen, peningkatan kualitas, hingga pembentukan karakter. Selama ini, rekrutmen calon guru dan proses pendidikannya menjadi titik krusial rendahnya kulitas.

Persoalan kualitas bermula dari realitas input yang umumnya bukan calon terbaik, sementara profesi ini menghendaki kader-kader muda berkemampuan akademik dan performa personal pilihan. Gaji yang menarik akan memotivasi anak-anak muda memilih menjadi guru. Selain gaji, dengan evaluasi periodik, karier yang jelas, seleksi ketat, penegakan disiplin, dan hanya LPTK bermutu yang bisa menyelenggarakan pendidikan guru, kita bisa berharap mendapatkan guru-guru jempolan secara akademik dan profesional.

Satu hal penting, pembentukan karakter guru hendaknya menjadi prioritas. Personifikasinya, digugu lan ditiru, menjadi teladan anak didik dan masyarakat sekitar. Dengan arah ini, para guru akan bekerja penuh konsentrasi, fokus, dan bersungguh-sungguh. Mereka akan bekerja optimal atas dasar kemampuan akademik dan profesionalisme yang teruji. Apabila semua ini bisa terwujud, kualitas pendidikan dijamin mampu melahirkan sumber daya berkualitas untuk pembangunan bangsa yang kini tengah terpuruk.

Sumber: Suara Merdeka

Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Artikel via Email

Silahkan masukkan email Anda:

Delivered by FeedBurner