Bersamaan dengan publikasi pengumuman perpanjangan batas akhir lomba Multimedia Pembelajaran Interaktif (MPI) dari BPTIKP Jawa Tengah pada 1 Juli 2011 di blog ini (selengkapnya silahkan baca DI SINI), secara resmi kami mendaftarkan blog SD Negeri Tanggeran pada Lomba Blog Sekolah yang diselenggarakan bersamaan dengan lomba MPI. Blog kami terdaftar sebagai peserta nomor 21 pada jenjang pendidikan dasar (dikdas), sebagaimana data yang kami akses pada malam harinya.
Dengan segala kekurangannya, kami mengikuti lomba bukan berlandaskan niat asal ikut saja. Mengintip blog-blog sekolah kompetitor, ada rasa yang tak bisa kami pungkiri dan harus jujur kami akui, mereka hebat-hebat. Tetapi, selain mencari pengalaman, yang pasti, lomba tersebut memotivasi kami untuk berbenah dan merapikan serta berupaya meningkatkan “harga jual” blog. Oleh karena itu, kalau minggu-minggu ini pembaca menjumpai perpindahan atau bahkan penambahan beberapa bagian blog, khususnya di sidebar; atau adanya tampilan yang kurang sedap dipandang akibat kekeliruan penempatan kode HTML, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Momentum raihan Ibu Nanik Srihartati, S.Pd.SD sebagai Juara I Guru SD Berprestasi Tingkat Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011, ingin kami jadikan titik start untuk menggelorakan kembali semangat tradisi berkompetisi, sebagaimana digaungkan Kabid PPTK Dinas Pendidikan Kabupaten Pekalongan, Ibu Siti Masruroh, kala membuka Lomba Guru dan Kepala TK/SD Berprestasi Tingkat Kabupaten Pekalongan pada 24 Mei 2011 silam. Selain menebarkan virus kebahagiaan dan kebanggaan, prestasi tersebut jelas menimbulkan konsekuensi moral yang tidak kecil bagi keluarga besar SD Negeri Tanggeran.
Tetapi, sebagaimana doktrin yang senantiasa didengungkan pada siswa dan guru yang akan mengikuti kompetisi apapun di tingkat manapun, “Kalah setelah berusaha lebih baik daripada menyerah sebelum berbuat apa-apa”, kemenangan adalah piala yang mesti diperjuangkan dan bukan kado yang dihadiahkan. Dalam bahasa Paninggaran, sering dikatakan kalau, “nandur pari mesti metu sukete, nandur suket aja ngarep-arep metu parine”, yang terjemahan bebasnya kurang lebih “Menanam padi pasti tumbuh rumput, tapi kalau menanam rumput jangan pernah mengharap tumbuh padi.”
Menang kalah adalah kosekuensi logis dari sebuah keputusan. Menurut salah seorang guru saya di SMK Muhammadiyah Pekalongan, sekitar 14 tahun silam, “Juara sejati adalah ia yang siap kalah. Kalah saja siap, apalagi untuk menang? Tetapi, kalau tujuan utama adalah siap menang, siapkah dia untuk kalah?”
Selebihnya, saya sering menatap sebuah tulisan yang saya buat pada 10 Februari 2002, yang saya bingkai dari bekas bungkus pasta gigi. Meski pudarnya mulai melunturkan warna aslinya, tulisan yang sampai saat ini masih setia menemani saya di ruang kerja, kerapkali memberi energi yang luar biasa manakala semangat mulai tergerus, stamina perlahan mengendur, dan ide-ide kreatif tak juga muncul. Sayang, sumber tulisan tak lagi saya ingat.
Mohon Doa Restu.
Pemimpin Redaksi
Dengan segala kekurangannya, kami mengikuti lomba bukan berlandaskan niat asal ikut saja. Mengintip blog-blog sekolah kompetitor, ada rasa yang tak bisa kami pungkiri dan harus jujur kami akui, mereka hebat-hebat. Tetapi, selain mencari pengalaman, yang pasti, lomba tersebut memotivasi kami untuk berbenah dan merapikan serta berupaya meningkatkan “harga jual” blog. Oleh karena itu, kalau minggu-minggu ini pembaca menjumpai perpindahan atau bahkan penambahan beberapa bagian blog, khususnya di sidebar; atau adanya tampilan yang kurang sedap dipandang akibat kekeliruan penempatan kode HTML, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Momentum raihan Ibu Nanik Srihartati, S.Pd.SD sebagai Juara I Guru SD Berprestasi Tingkat Propinsi Jawa Tengah Tahun 2011, ingin kami jadikan titik start untuk menggelorakan kembali semangat tradisi berkompetisi, sebagaimana digaungkan Kabid PPTK Dinas Pendidikan Kabupaten Pekalongan, Ibu Siti Masruroh, kala membuka Lomba Guru dan Kepala TK/SD Berprestasi Tingkat Kabupaten Pekalongan pada 24 Mei 2011 silam. Selain menebarkan virus kebahagiaan dan kebanggaan, prestasi tersebut jelas menimbulkan konsekuensi moral yang tidak kecil bagi keluarga besar SD Negeri Tanggeran.
Tetapi, sebagaimana doktrin yang senantiasa didengungkan pada siswa dan guru yang akan mengikuti kompetisi apapun di tingkat manapun, “Kalah setelah berusaha lebih baik daripada menyerah sebelum berbuat apa-apa”, kemenangan adalah piala yang mesti diperjuangkan dan bukan kado yang dihadiahkan. Dalam bahasa Paninggaran, sering dikatakan kalau, “nandur pari mesti metu sukete, nandur suket aja ngarep-arep metu parine”, yang terjemahan bebasnya kurang lebih “Menanam padi pasti tumbuh rumput, tapi kalau menanam rumput jangan pernah mengharap tumbuh padi.”
Menang kalah adalah kosekuensi logis dari sebuah keputusan. Menurut salah seorang guru saya di SMK Muhammadiyah Pekalongan, sekitar 14 tahun silam, “Juara sejati adalah ia yang siap kalah. Kalah saja siap, apalagi untuk menang? Tetapi, kalau tujuan utama adalah siap menang, siapkah dia untuk kalah?”
Selebihnya, saya sering menatap sebuah tulisan yang saya buat pada 10 Februari 2002, yang saya bingkai dari bekas bungkus pasta gigi. Meski pudarnya mulai melunturkan warna aslinya, tulisan yang sampai saat ini masih setia menemani saya di ruang kerja, kerapkali memberi energi yang luar biasa manakala semangat mulai tergerus, stamina perlahan mengendur, dan ide-ide kreatif tak juga muncul. Sayang, sumber tulisan tak lagi saya ingat.
Mohon Doa Restu.
Pemimpin Redaksi
0 komentar:
Posting Komentar